Beranda | Artikel
Sifat Shalat Nabi (28): Kapan Menurunkan Jari Telunjuk Saat Tasyahud?
Kamis, 8 Januari 2015

Kapan menurunkan jari telunjuk yang digunakan untuk berisyarat saat tasyahud?

Dalam kitab sunan disebutkan riwayat dari Ibnu ‘Umar, ia berkata,

أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا جَلَسَ فِى الصَّلاَةِ وَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى رُكْبَتِهِ وَرَفَعَ إِصْبَعَهُ الَّتِى تَلِى الإِبْهَامَ الْيُمْنَى يَدْعُو بِهَا وَيَدُهُ الْيُسْرَى عَلَى رُكْبَتِهِ بَاسِطَهَا عَلَيْهِ

“Ketika duduk dalam shalat, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meletakkan tangan kanannya di paha kanannya, lalu beliau mengangkat jari di samping jari jempol (yaitu jari telunjuk tangan kanan) dan beliau berdoa dengannya. Sedangkan tangan kiri dibentangkan di paha kirinya.” (HR. Tirmidzi no. 294).

Imam Syafi’i menegaskan bahwa berisyarat dengan jari telunjuk dihukumi sunnah sebagaimana didukung dari berbagai hadits. (Lihat Al Majmu’, 3: 301).

Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim (5: 73-74), “Berisyarat dengan jari telunjuk dimulai dari ucapan “illallah” dari ucapan syahadat. Berisyarat dilakukan dengan jari tangan kanan, bukan yang lainnya. Jika jari tersebut terpotong atau sakit, maka tidak digunakan jari lain untuk berisyarat, tidak dengan jari tangan kanan yang lain, tidak pula dengan jari tangan kiri. Disunnahkan agar pandangan tidak lewat dari isyarat jari tadi karena ada hadits shahih yang disebutkan dalam Sunan Abi Daud yang menerangkan hal tersebut. Isyarat tersebut dengan mengarah kiblat. Isyarat tersebut untuk menunjukkan tauhid dan ikhlas.”

Dalam Al Majmu’ (3: 301), Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Dari semua ucapan dan sisi pandang tersebut dapat disimpulkan bahwa disunnahkan mengisyaratkan jari telunjuk tangan kanan, lalu mengangkatnya ketika sampai huruf hamzah dari ucapannya (laa ilaaha illalllahu) …”

Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa isyarat jari itu ada ketika penafian dalam kalimat tasyahud, yaitu pada kata “laa”. Ketika sampai pada kalimat penetapan (itsbat) yaitu “Allah”, maka jari tersebut diletakkan kembali.

Ulama Malikiyah berisyarat dari awal hingga akhir tasyahud.

Ulama Hambali berisyarat ketika menyebut nama jalalah “Allah”. (Lihat Shifat Shalat Nabi karya guru kami, Syaikh Abdul ‘Aziz Ath Thorifi, hal. 141).

Pada hadits Ibnu ‘Umar di atas pada lafazh hadits “lalu beliau mengangkat jari di samping jari jempol (yaitu jari telunjuk tangan kanan) dan beliau berdoa dengannya”, berdasarkan hal itu mengangkat telunjuk dimulai ketika berdo’a dalam tasyahud. Adapun lafazh doa dimulai dari dua kalimat syahadat. Karena di dalamnya terdapat pengakuan dan penetapan kemahaesaan Allah. Hal itu penyebab suatu doa lebih berpeluang dikabulkan. Selanjutnya mengucapkan inti do’anya “allahumma shalli ‘ala Muhammad …” hingga akhir tasyahuddan sampai akhir salam. Adapun awal tasyahud “attahiyyatulillah …” sampai ucapan “wa ‘ala ‘ibadillahish shalihin” bukanlah termasuk do’a, namun itu adalah bentuk memuji Allah dan do’a keselamatan bagi hamba-Nya.

Adapun masalah kapan selesainya berisyarat dengan telunjuk, para sahabat yang meriwayatkan mengangkat jari telunjuk, tidaklah menyebutkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menurunkannya di bagian tertentu sebelum selesainya salam, sehingga disimpulkan bahwa mengangkat jari telunjuk itu terus sampai selesai salam, terlebih lagi akhir tasyahud semuanya adalah do’a .

Imam Ar Ramli Asy Syafi’i rahimahullah berkata, “ Jari telunjuk diangkat saat ucapan “illallah”, yaitu mulai mengangkatnya ketika pengucapan hamzah untuk mengikuti riwayat Imam Muslim dalam masalah tersebut. Hal itu nampak jelas menunjukkan bahwa jari telunjuk tetap diangkat sampai sesaat sebelum berdiri ke raka’at ketiga, pada tasyahud awal atau sampai salam pada tasyahud akhir. Adapun yang dibahas sekolompok orang zaman sekarang tentang mengembalikannya, maka ini menyelisihi riwayat yang ada.” (Lihat Nihayatul Muhtaj, 1: 522).

Dari sini dapat disimpulkan bahwa mengangkat jari saat tasyahud dimulai sejak syahadatain (pada kalimat illallah) lalu diturunkan ketika akan bagkit ke raka’at ketiga untuk tasyahud awal atau sampai salam untuk tasyahud akhir.

Semoga bermanfaat dan moga bisa diamalkan.

 

Referensi:

Al Majmu’ Syarh Al Muhaddzab lisy Syairozi, Yahya bin Syarf An Nawawi, tahqiq: Muhammad Najib Al Muthi’i, terbitan Dar ‘Alamil Kutub, cetakan kedua, tahun 1427 H.

Shifat Shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Marzuq Ath Thorifi, terbitan Maktabah Darul Minhaj, cetakan ketiga, tahun 1433 H.

Selesai disusun di Darush Sholihin, 17 Rabi’ul Awwal 1436 H selepas Zhuhur

Saudaramu yang mencintaimu karena Allah: Muhammad Abduh Tuasikal

Ikuti status kami dengan memfollow FB Muhammad Abduh TuasikalFans Page Mengenal Ajaran Islam Lebih Dekat, Twitter @RumayshoComInstagram RumayshoCom

Segera pesan buku Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal yang membicarakan masalah natal dan loyal pada non muslim dengan judul “Natal, Hari Raya Siapa?” dan “Kesetiaan pada Non Muslim” di Toko Online Ruwaifi.Com via sms +62 852 00 171 222 atau BB 27EACDF5 atau WA +62 8222 604 2114. Kirim format pesan: buku natal dan kesetiaan#nama pemesan#alamat#no HP#jumlah buku. Harga Rp.20.000,- untuk dua buku (belum termasuk ongkir).

Saat ini masjid pesantren binaan Ustadz M. Abduh Tuasikal sedang direnovasi (dijadikan dua lantai) dan membutuhkan dana sekitar 1,5 Milyar rupiah. Dana yang masih kurang untuk pembangunan tahap kedua, dibutuhkan sekitar 850 juta rupiah, sekarang sudah terkumpul 350 juta rupiah.

Bagi yang ingin menyalurkan donasi renovasi masjid, silakan ditransfer ke: (1) BCA: 8610123881, (2) BNI Syariah: 0194475165, (3) BSM: 3107011155, (4) BRI: 0029-01-101480-50-9 [semua atas nama: Muhammad Abduh Tuasikal].

Jika sudah transfer, silakan konfirmasi ke nomor 0823 139 50 500 dengan contoh sms konfirmasi: Rini# Jogja# Rp.3.000.000#BCA#20 Mei 2012#renovasi masjid. Laporan donasi, silakan cek di sini.


Artikel asli: https://rumaysho.com/10026-sifat-shalat-nabi-28-kapan-menurunkan-jari-telunjuk-saat-tasyahud.html